PESAN DARI WALI MURID
“Bu
Sovia, ada anak yang berkelahi di kelas Bu. Hamdan bu, Hamdan berkelahi dengan
Fahrul Bu. Cepet Bu ke kelas Bu. Cepet Bu” tutur Firman sambil
tersenggal-senggal nafasnya pada Sovia.
“Ada
apa dan kenapa. Pelan-pelan kalau ngomong Firman” tegas Sovia pada muridnya
itu.
“Begini
Bu, Hamdan di kelas berkelahi dengan fahrul B” jawab Firman
“Loh,
bukannya ini jam istirahat. Kenapa di dalam kelas?” Tanya Sovia heran/
“Tidak
tahu Bu, Pokoknya Bu Sovia ayok cepet ke kelas Bu.” Ucap Firman seraya menarik
tangan Sovia.
Sovia
yang tak ingin terjadi keributan di kelasnya itu pun segera menuju kelas
IV.
“Ada
apa ini, Hamdan, fahrul hentikan!!! Ada apa ini sebenarnya” suara Sovia sedikit
meninggi membuat seisi kelas yang semula gaduh spontan menjadi hening.
“Hamdan
yang mulai dulu Bu, dia menumpahkan makananku sampai jatuh” Ucap fahrul.
“Gak
bu. Fahrul saja yang menyenggol aku bu. Ya jatuh makanan dia. Jatuh sendiri
tapi ko marah-marah. Malah dia mau mukul aku bu” ujar fahrul membela diri.
“Ini
kenapa kalian ribut di dalam kelas. Bukankah Bu Sovia sudah menyampaikan.
Istirahat itu di luar, tidak di dalam kelas. Malah ada yang rebut-ribut begini”
tegas Sovia pada murid-muridnya itu.
“Iya,
hhoooooo” sorak murid-murid yang lainnya.
“Sudah-sudah,
coba sekarang saling maaf-maafan. Tidak usah saling menyalahkan. Coba Hamdan
dan fahrul salaman nak.” Pinta Sovia pada kedua muridnya itu.
“ya
nggak mau bu. Hamdan yang salah ko. Aku disuruh minta maaf” protes fahrul pada
Sovia.
Segera
diraihnya tangan Fahrul untuk diajak mau bersalaman dengan Hamdan oleh Sovia.
Namun, tangan Sovia justru malah dikibas oleh Fahrul.
“Fahrul!
Bu guru bilang saling maaf-maafan. Dimata Bu guru kaian sama salahnya. Jam
istirahat tapi main bahkan makan di dalam kelas” kembali suara Sovia sedikit
meninggi supaya kedua muridnya itu menyadari kesalahannya.
Akhirnya
kedua murid tadi pun bersalaman. Dan murid yang berkerumun pun mulain
membubarkan diri. Sovia menghela nafas panjang. “Alhamdulillah” begitu gumamnya
dalam hati.
Sovia
menuju kantor dan duduk di bangkunya. Diraihnya segelas air putih olehnya dan
diminumnya.
“Siapa
yang ramai Bu Sovia?” Tanya Bu Retno pada Sovia
“Hamdan
dan Fahrul Bu”
“Sekarang
sudah berdamai belum anaknya Bu Sov?
“Sudah
Bu”
Usai
kejadian tadi di kelas, Hamdan dan Fahrul terlihat saing menjauh dan tidak mau
saling tegur sapa. Sovia memnyampaikan pelajaran seperti biasanya. Tidak lupa
ia pun juga menyampaikan nilai budi pekerti agar tidak kembali lagi terjadi
keributan di kelasnya.
Siang
itu semua aktivitas kembali berjalan seperti biasanya. Usai pembelajaran
selesai, semua guru dan siswa pulang ke rumah masing-masing. Ditengah
perjalanan pulang. Tiba-tiba smartphone Sovia bergetar. Sepertinya ada pesan
masuk. Namun karena Sovia tengah berada dalam perjalanan, ia mengabaikan pesan
yang masuk. Sesampainya di rumah, dilihatnya pesan yang tadi masuk, rupanya ada
pesan dari ibunya Fahrul.
“Assalammu’alaikum,
mohon maaf mengganggu Bu Sovia. Mohon maaf juga atas kelancangan saya. Fahrul
memaksa saya untuk mengirim pesan ke Bu Sovia. Saya disuruh menyampaikan
katanya tadi Fahrul tidak salah sama Hamdan tapi Bu Sovia memarahi Fahrul. Maaf
bu sebelumnya, saya sudah menyampaikan mungkin Bu Sovia mengingatkan Fahrul
tapi dia tetap minta saya untuk kirim pesan ke Bu Sovia. Terima kasih” pesan
itu tertulis dari ibunya Fahrul. Menanggapi pesan tersebut, Sovia tersenyum
seorang diri.
“Maksudnya
apa ini, mau negur saya atau mau protes atau mau meluruskan kejadian tadi yang
dialami anaknya. Hhhm ada-ada saja” gumam Sovia dalam hatinya.
Sovia
yang baru saja sampai rumah hanya membalas siangkat “Terima kasih sudah
menyampaikan pesan Bu, saya jawab nanti ya” Sovia pun lekas masuk ke rumah.
Malam
itu Sovia hendak menyelesaikan pendaftaran CGP miliknya. Diceknya setiap point
yang ada. Dilengkapinya essay yang masih terdapat kekurangan, ia mantapkan hati
untuk mengirim berkas malam itu. Setelah dirasa semua telah selesai ia pun
memilih tombol kirim di akun SIMPKBnya itu.
“Wallahu’alam,
bismillah mengirim berkas. Jika tahun ini belum bisa ikut PPG, yasudah PGP (Pendidikan
Guru Penggerak) dulu juga boleh. Batin Sovia malam itu.
“Sudah
selesai bund?” Tanya suami Sovia.
“Sudah
yah”
“Yang
terpenting untuk ibu, jadilah guru yang baik,loyal, terus semangat
mengembangkan diri, dan jadilah guru yang selalu dirindu murid-murid”
“Iya
ayah. Terima kasih semangatnya” jawab Sovia manja didekat suaminya itu.
Tiba-tiba
Sovia terdiam memikirkan kejadian tadi siang di kelasnya. Ia merasa heran
kenapa Fahrul masih saja mengungkit kejadian tadi siang dan bersikeras untuk
mengatakan dia tidak bersalah sampai-sampai harus mengirim pesan lewat chat
whatsap. Padahal tadi siang sudah saling memaafkan. “Dunia anak-anak kadang memang
seperti itu, semoga aku bisa sabar menghadapi murid-murid dengan keaneka
ragaman sifatnya” fikir Sovia seorang diri.
Tiba-tiba
suaminya menepuk punggung Sovia yang dari tadi tampak seolah sedang melamun.
“Bunda
ngalamunin apa? Ayah disamping bunda gak pergi kemana-mana bund. Hhee” ledek
suami Sovia.
Diceritakannya
pula oleh Sovia tentang kejadian tadi siang di kelasnya, juga mengenai pesan
whatsap dari ibunya Fahrul. Suaminya hanya tersenyum mendengar cerita istrinya
itu. Dan memberikan pemnguatan kepada Sovia bahwa itu bagian dari tanggung
jawab Sovia sebagai seorang guru untuk memberikan pendidikan moral bagi
murid-muridnya agar mereka kelak menjadi pribadi yang baik dan mulia.
Soviapun
mengambil kesimpulan untuk tidak membalas chat dari ibunya Fahrul dulu. Ia ingin
bertemu dengan Fahrul secara langsung untuk bertanya juga menasihatinya. Ia tak
ingin murid-muridnya memiliki jiwa yang tak bisa memafkan orang lain. Ia mengharapkan
anak didiknya menjadi pribadi yang berhati mulia dan pemaaf.
***